* Dengan mendaftar melalui portal ini anda menyetujui syarat dan ketentuan yang berlaku.

x
English

Pengenalan singkat Wayang Kulit

 

Wayang Kulit merupakan salah satu tradisi pertunjukan yang tertua dan terpenting di Asia tenggara, yang ditemukan di beberapa tempat yang berbeda di pulau Jawa dan Bali, dan juga di Malaysia. Wayang Kulit Jawa, yang menjadi fokus di dalam arsip ini, mempunyai hubungan erat dengan masyarakat Jawa dan bentuk budaya yang lain, seperti tari-tarian tradisional, arsitektur, dan batik. Wayang Kulit sering dijadikan sumber untuk karya sastra dan seni kontemporer.

Dalam Wayang kulit Jawa, seorang dalang bertanggung jawab pada pagelaran semalam suntuk. Lakon yang diceritakan dalam bahasa Jawa digambarkan dengan pencampuran antara dialog (antawacana), narasi (kandha janturan), dan nyanyian (suluk), yang diringi oleh gamelan serta chorus penyanyi wanita (pesindhèn).

Lakon wayang purwa biasanya diambil dari Mahabharata dan Ramayana; dan tiap pertunjukan wayang hanya berfokus pada porsi kecil episode dari keseluruhan epos tersebut. Walaupun kisah aslinya berasal dari India, lakon wayang kulit sudah digarap dengan kreatifitas orang Jawa. Para punokawan adalah salah satu contoh dari keunikan budaya Jawa yang disisipkan ke dalam wayang kulit purwa. Dalam pertunjukan wayang kulit, seorang dalang memainkan boneka wayang di depan cahaya bléncong, yang memancarkan bayangan di depan kĕlir. Walaupun pertunjukan tersebut dapat dilihat dari sisi bayangan, penonton biasanya melihat dari sisi dalang.

Wayang kulit telah menjadi fokus pengkajian para pakar dan para pelajar dari masa ke masa. Walaupun daftar berikut ini belum mendalam, namun sumber-sumber tersebut sangat penting bagi orang yang ingin mempelajari lebih jauh mengenai wayang kulit:

  • Ward Keeler. 1987. Javanese Shadow Plays, Javanese Selves. Princeton: Princeton University Press.
  • Willem Huibert Rassers. 1959. Panji, the Culture Hero: A Structured Study of Religion in Java. The Hague: M. Nijhoff.
  • Mrázek, Jan. 2005. Phenomenology of a Puppet Theatre : Contemplations on the Art of Javanese Wayang Kulit. Leiden: KITLV Press.
  • Roger Long. 1986. Javanese Shadow Theatre: Movement and Characterization in Ngayogyakarta Wayang Kulit. Ann Arbor: UMI Research Press.
  • Victoria Clara van Groenendael. 1985. The Dalang Behind the Wayang: The Role of the Surakarta and the Yogyakarta Dalang in Indonesian-Javanese Society. Dordrecht: Floris Publications.
  • Purbo Asmoro. 2013. Makutharama [Rama's Crown]: Text of A Wayang Kulit Tale, Performed in Three Dramatic Styles. Transcriptions of live performances by Purbo Asmoro; translated from the Javanese by Kathryn Emerson. Jakarta: Lontar.
  • Purbo Asmoro. 2013. Sesaji Raja Suya [The grand offering of the kings]: Text of A Wayang Kulit Tale, Performed in Three Dramatic Styles. Transcriptions of live performances by Purbo Asmoro; translated from the Javanese by Kathryn Emerson. Jakarta: Lontar.
  • Purbo Asmoro. 2014. Makutharama [Rama’s Crown]: A Central Javanese Wayang Kulit Performance in Palace Classical, Contemporary-interpretive, and Condensed Styles. DVD with English and Indonesian subtitles, a menu of liner notes, and accompanying volumes of text. Jakarta: Lontar Press (PAL)/Burlington: Multicultural Media (NTSC).
  • Purbo Asmoro. 2014. Sesaji Raja Suya [The Grand Offering of the Kings]: A Central Javanese Wayang Kulit Performance in Palace Classical, Contemporary-interpretive, and Condensed Styles. DVD with English and Indonesian subtitles, a menu of liner notes, and accompanying volumes of text. Jakarta: Lontar Press (PAL)/Burlington: Multicultural Media (NTSC).
  • Kathryn Emerson. 2016. Transforming Wayang for Contemporary Audiences: Dramatic Expression in Purbo Asmoro's Style, 1989–2015. Doctoral Thesis. Leiden University.
  • Bernard Arps. 2016. Tall Tree, Nest of the Wind: The Javanese Shadow-play Dewa Ruci Performed by Ki Anom Soeroto - A Study in Performance Philology. Singapore: NUS Press.

 

Pertujukan wayang kulit purwa di Yogyakarta pada tahun 2015. Dalang Ki Sri: Mulyono. Lakon: Semar Mbangun Khayangan.

Wayang Kontemporer

Sejarah wayang kulit adalah sejarah inovasi. Mungkin perkembangan yang kita saksikan di abad ke-21 lebih drastis dari perkembangan yang telah terjadi pada abad-abad sebelumnya. Tapi kreativitas adalah amĕrta dunia wayang kulit. Meskipun batas antara wayang tradisi dan wayang kontemporer, serta antara wayang dan bentuk seni lainnya terkadang tidak jelas, untuk tujuan Arsip Wayang Kontemporer, pertunjukan wayang kontemporer didefinisikan dengan karakteristik sebagai berikut ini:

1) Dalang merupakan figur utama. Banyak pertunjukan teater menggunakan konvensi wayang, tetapi sosok dalang tidak muncul, atau figur dalang muncul tapi tidak terlalu penting. Misalnya, karya Republik Bagong (2001), dari Teater Koma. Pertunjukan seperti ini, yang tidak memprioritaskan peran dalang tidak masuk ke dalam Arsip Wayang Kontemporer.

2) Konvensi-konvensi wayang kulit tetap digunakan. Konvensi karawitan, struktur lakon, seni rupa wayang dan bahasa pedhalangan masih tetap digunakan, meskipun konvensi-konvensi itu sudah dikemas atau ditafsirkan dengan gaya yang sangat jauh dari dunia wayang klasik.

3) Pertunjukan diciptakan dan direkam pada abad 21 di Jawa. Arsip tidak berisi versi wayang kontemporer dalam media film, karya seni, videograme atau novel. Arsip juga tidak berisi rekaman pertunjukan-pertunjukan kontemporer yang diciptakan di negara lain atau karya wayang kontemporer yang dibuat sebelum abad 21.

Karakteristik ini penting untuk keperluan arsip. Tapi para pembuat Arsip Wayang Kontemporer prihatin karakteristik ini akan dianggap sebagai aturan baku. Ini hanya petunjuk untuk sementara – definisi dan makna wayang kontemporer pasti akan berubah seiring dengan perkembangan seni pertunjukan. Penting sekali kalau kita semua bisa terus membahas definisi dan fungsi wayang kontemporer di masa yang akan datang.

 

Disertasi interaktif tentang wayang kontemporer dapat ditemukan di website wayangkontemporer.com yang menganalisa kumpulan pertunjukan CWA. Informasi lebih lanjut mengenai wayang kontemporer dapat ditemukan pada makalah akamdemis berikut ini:

  • Jan Mrázek, ed., 2002. Puppet Theater in Contemporary Indonesia: New Approaches to Performance Events. Ann Arbor, MI: University of Michigan, Centers for South and Southeast Asian Studies.
  • Matthew Isaac Cohen. 2007. "Contemporary Wayang in Global Contexts." Asian Theatre Journal 24.7: 338-369.
  • Tim Behrend. 1999. "The Millenail esc(h)atology of Heri Dono: 'Semar Farts' First in Auckland, New Zealand." Indonesia and The Malay Word 27.9: 208-224.
  • Marianna Lis. 2014. "Contemporary Wayang Beber in Central Java." Asian Theatre Journal 31.2: 505-23
  • Matthew Isaac Cohen. 2014. "Traditional and Post-Traditional Wayang Kulit in Java Today." In D. Posner, J. Bell, & C. Orenstein (Eds.), The Routledge Companion to Puppetry and Material Performance, pp. 178-191. Abindgdon: Routledge.
  • Miguel Escobar Varela. 2014. "Wayang Hip Hop: Java's Oldest Performance Tradition Meets Global Youth Culture." Asian Theatre Journal 31.1: 481-504.
  • Miguel Escobar Varela. 2016. "Heirlooms of the Everyday: The Material Performances of Slamet Gundono." Theatre Research International 41.1: 53-69.
  • Matthew Isaac Cohen. 2017. "Global Modernities and Post-Traditional Shadow Puppetry in Contemporary Southeast Asia." Third Text 31: 1-19.